Monday, April 26, 2010

Hakikat Sebuah Kehidupan

Wanita ini
berumur tujuh puluhan. Pernahkah Anda membayangkan bagaimana orang seusia ini
menilai hidupnya?

Jika ada
yang ia ingat tentang hidupnya, tentunya berupa suatu "kehidupan yang
cepat berlalu".

Ia akan berkomentar
bahwa hidupnya tidaklah "panjang" sebagaimana impiannya di usia
belasan. Mungkin tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa suatu hari ia akan
menjadi begitu tua. Namun kini, ia dicekam oleh kenyataan bahwa ia telah
meninggalkan tujuh puluh tahun di belakangnya. Ketika muda, mungkin tak pernah
terpikir olehnya bahwa kebeliaan dengan segala gairahnya akan berlalu begitu
cepat.

Bila pada usia senja ia
diminta untuk menceritakan kisah hidupnya, kenangannya akan terangkum dalam
pembicaraan selama lima
atau enam jam saja. Hanya itulah yang tersisa dari yang disebutnya sebagai
"masa tujuh puluh tahun yang panjang".

Daya pikir seseorang,
yang melemah sesuai usia, dipenuhi banyak pertanyaan. Berbagai pertanyaan ini
sungguh penting untuk direnungkan, dan menjawabnya secara jujur sangat mendasar
untuk memahami seluruh aspek kehidupan: "Apakah tujuan dari hidup yang
berlalu begitu cepat ini? Mengapa aku harus terus bersikap positif dengan semua
masalah kerentaan yang kumiliki? Apa yang akan terjadi di masa depan?"

Jawaban yang mungkin
terhadap pertanyaan-pertanyaan ini terbagi dalam dua kategori utama: dari
orang-orang yang mengimani Allah dan dari orang-orang yang tidak mengimani-Nya.


Seseorang yang tidak
mengimani Allah akan mengatakan, "Saya telah menghabiskan hidup mengejar
hal yang sia-sia. Saya telah meninggalkan tujuh puluh tahun di belakang saya,
namun sebenarnya, saya masih belum dapat memahami untuk apa saya hidup. Ketika
masih anak-anak, orang tua adalah pusat kehidupan saya. Saya mendapatkan
kebahagiaan dan kesenangan dalam cinta mereka. Kemudian, sebagai seorang wanita
muda, saya mengabdikan diri kepada suami dan anak-anak. Pada masa itu, saya
membuat banyak cita-cita untuk diri saya. Namun ketika tercapai, semuanya
seperti sesuatu yang cepat berlalu. Saat bergembira dalam keberhasilan, saya
melangkah menuju cita-cita lain yang menyibukkan, sehingga saya tidak
memikirkan makna hidup yang sesungguhnya. Kini pada usia tujuh puluh tahun,
dalam ketenangan usia senja, saya mencoba menemukan apa gerangan tujuan masa
lalu saya. Apakah saya hidup untuk orang-orang yang kini hanya samar-samar saya
ingat? Untuk orang tua saya? Untuk suami saya yang telah berpulang
bertahun-tahun yang lalu? Atau anak-anak yang kini jarang saya lihat karena
telah
memiliki keluarga masing-masing? Saya bingung. Satu-satunya kenyataan adalah
bahwa saya merasa dekat dengan kematian. Saya akan segera meninggal dan menjadi
kenangan yang redup dalam benak orang-orang. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Saya benar-benar tidak tahu. Bahkan memikirkannya saja sudah menakutkan!"

Tentunya ada alasan
mengapa ia begitu berputus asa. Ini semata karena ia tidak dapat memahami bahwa
alam semesta, seluruh makhluk hidup dan manusia memiliki tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya dan harus dipenuhi dalam hidup. Adanya tujuan-tujuan ini
berasal dari fakta bahwa segalanya telah diciptakan. Orang yang berakal dapat
melihat hadirnya perencanaan, perancangan, dan kearifan dalam setiap detail
dunia yang penuh variasi. Hal ini membawanya pada pengenalan terhadap sang
Pencipta. Selanjutnya ia akan menyimpulkan bahwa, karena seluruh makhluk hidup
tidaklah disebabkan oleh suatu proses acak atau tanpa sadar; mereka semua
menjalankan tujuan yang penting. Dalam Al Quran, pedoman asli terakhir yang
diturunkan untuk manusia, Allah berulang kali mengingatkan kita akan tujuan
hidup kita, suatu hal yang cenderung kita lupakan, dan dengannya membimbing
kita pada kejelasan pemikiran dan kesadaran.

Dan
Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
singgasana-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih
baik amalnya. (QS. Huud, 11: 7)

Ayat ini memberikan
pemahaman penuh akan tujuan hidup bagi orang-orang yang beriman. Mereka
mengetahui bahwa hidup ini adalah tempat mereka diuji dan dicoba oleh Pencipta
mereka. Karenanya, mereka berharap untuk berhasil dalam ujian ini dan mencapai
surga serta kesenangan yang baik dari Allah.

Akan tetapi, demi
kejelasan, ada sebuah poin penting untuk dipikirkan: mereka yang mempercayai
'keberadaan' Allah tidak lantas memiliki keyakinan yang benar; jika mereka
tidak meletakkan kepercayaan kepada Allah. Kini, banyak orang menerima bahwa
alam semesta adalah ciptaan Allah; namun, mereka kurang memahami dampak fakta
ini terhadap hidup mereka. Karenanya, mereka tidak menjalankan hidup mereka
sebagaimana yang seharusnya. Apa yang dianggap orang-orang ini sebagai
kebenaran adalah, bahwa pada awalnya Allah menciptakan alam semesta ini,
kemudian meninggalkannya.

Dalam Al Quran, Allah
menunjukkan kesalahpahaman ini dalam ayat berikut:

Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah".
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (QS. Luqman, 31: 25)

Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka
dapat dipalingkan? (Surat
az-Zukhruf: 87)

Karena kesalahpahaman
ini, manusia tidak dapat menghubungkan kehidupan mereka sehari-hari dengan
fakta bahwa mereka memiliki Pencipta. Itulah alasan dasar mengapa setiap
manusia mengembangkan prinsip dan nilai-nilai moral pribadinya sendiri, yang
terbentuk dalam budaya, komunitas, dan keluarga tertentu. Prinsip-prinsip ini
sebenarnya berfungsi sebagai "petunjuk hidup" hingga datangnya
kematian. Manusia yang menaati nilai-nilai mereka sendiri akan mendapatkan
kenyamanan dalam harapan bahwa setiap tindakan yang salah akan dihukum
sementara dalam neraka. Pemikiran sejenis menyimpulkan bahwa kehidupan abadi
dalam surga akan mengikuti masa penyiksaan ini. Pemikiran tersebut tanpa sadar
meredakan rasa takut akan hukuman yang memilukan di akhir kehidupan. Beberapa
orang, di lain pihak, bahkan tidak merenungkan hal ini. Mereka sama sekali
tidak memedulikan dunia selanjutnya dan "memanfaatkan hidup
sebaik-baiknya".

Bagaimanapun, hal di
atas tidak benar dan kenyataannya berseberangan dengan apa yang mereka
pikirkan. Mereka yang berpura-pura tidak menyadari keberadaan Allah akan
terjebak dalam keputusasaan yang dalam. Dalam Al Quran, orang-orang tersebut
digambarkan sebagai berikut:

Mereka
hanya mengetahui yang lahir dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang akhirat
adalah lalai.

(QS. Ar-Ruum, 30: 7)

Tentulah, orang-orang
ini hanya memahami sedikit saja mengenai keberadaan dan tujuan sesungguhnya
dunia ini, dan mereka tidak pernah berpikir bahwa kehidupan dalam dunia ini
tidaklah kekal.

Ada beberapa ungkapan
yang umum dipergunakan manusia mengenai pendeknya kehidupan ini:
"Manfaatkanlah hidupmu sebaik-baiknya selagi sempat", "hidup itu
pendek", "manusia tidak hidup selamanya" adalah ungkapan yang
selalu dirujuk dalam mendefinisikan sifat dasar dunia ini. Namun,
ungkapan-ungkapan ini mengandung keterikatan yang terselubung kepada hidup ini,
dibandingkan kepada hidup setelahnya. Ungkapan-ungkapan itu mencerminkan
perilaku umum manusia terhadap kehidupan dan kematian. Karena kecintaan akan
hidup yang demikian besarnya, pembicaraan tentang kematian selalu diselingi
dengan
lelucon atau hal lain yang mengurangi keseriusan permasalahan tersebut.
Selingan ini selalu memiliki tujuan, sebagai upaya sengaja untuk mereduksi
permasalahan penting tersebut menjadi hal yang remeh.

Kematian sesungguhnya
merupakan topik yang penting untuk direnungkan. Hingga saat seperti ini dalam
kehidupannya, seseorang mungkin tidak menyadari betapa berarti kenyataan ini.
Namun, karena kini ia punya kesempatan untuk memahami pentingnya hal tersebut,
ia harus mempertimbangkan kembali kehidupan dan segenap harapannya. Tidak
pernah ada kata terlambat untuk bertobat kepada Allah serta mengarahkan kembali
seluruh perilaku dan melanjutkan kehidupan seseorang dalam kepatuhan akan
kehendak Allah. Hidup itu pendek; jiwa manusia kekal. Dalam masa yang pendek
ini, seseorang seharusnya tidak membiarkan keinginan yang sementara
mengendalikannya. Seseorang seharusnya melawan godaan dan menjauhkan dirinya
dari segala hal yang memperkuat ikatannya terhadap dunia ini. Sungguh tidak
bijaksana untuk mengabaikan dunia yang selanjutnya, hanya demi kesenangan yang
sementara ini.

Meski demikian,
orang-orang yang tidak beriman dan tidak dapat memahami kenyataan ini
menghabiskan hidup mereka dalam kesia-siaan dengan melupakan Allah. Lebih
lanjut, mereka mengetahui bahwa tidaklah mungkin mereka mencapai
keinginan-keinginan ini. Mereka selalu merasakan ketidakpuasan yang dalam dan
menginginkan lebih daripada apa yang mereka miliki kini. Mereka memiliki
harapan dan keinginan yang tidak berakhir. Namun, dunia bukanlah tempat yang
sesuai untuk memuaskan keinginan-keinginan ini.

Tidak ada yang kekal di
dunia ini. Waktu berlaku pada hal-hal yang bagus dan baru. Sebuah mobil baru
akan segera ketinggalan jaman begitu model lain dirancang, diproduksi, dan
dipasarkan. Sama halnya, seseorang mungkin menginginkan rumah besar milik orang
lain atau rumah mewah dengan ruangan yang lebih banyak daripada penghuninya dan
dengan perlengkapan yang dilapisi emas, yang pernah dilihat sebelumnya, akan
kehilangan selera terhadap rumahnya sendiri dan tidak dapat menghindari hal-hal
tersebut dengan rasa iri.

Sebuah pencarian tak
berakhir untuk sesuatu yang baru dan lebih baik tidak memberikan nilai ketika
ia telah dicapai, celaan terhadap sesuatu yang lama, dan meletakkan seluruh
harapan pada yang baru: ini adalah lingkaran setan yang telah dialami manusia
di mana pun sepanjang sejarah. Namun, seorang manusia yang berilmu pengetahuan
seharusnya berhenti dan bertanya pada diri sendiri untuk sesaat: mengapa ia
mengejar ambisi yang sementara dan sudahkah ia dapatkan keuntungan dari upaya
itu? Akhirnya, ia seharusnya menarik kesimpulan bahwa "ada masalah
mendasar pada pandangan ini". Namun manusia, yang sedikit sekali
memikirkan hal ini, terus mengejar mimpi yang sepertinya tidak akan dapat mereka
capai.

Tidak ada seorang pun,
bagaimanapun juga, mengetahui apa yang akan terjadi bahkan dalam beberapa jam
mendatang: setiap saat seseorang mungkin mengalami kecelakaan, terluka parah,
atau menjadi cacat. Lebih jauh lagi, waktu berlalu dalam perhitungan menuju
kematian
seseorang. Setiap hari membawa hari yang telah ditakdirkan tersebut lebih
dekat. Kematian pastilah menghapus seluruh ambisi, keserakahan, dan keinginan
terhadap dunia ini. Di dalam tanah, baik harta benda maupun status tidak
berlaku. Setiap harta benda yang membuat kita kikir, begitupun tubuh kita, akan
menghilang dan meluruh di dalam tanah. Apakah seseorang itu kaya atau miskin,
cantik atau jelek, suatu saat ia akan dibungkus dalam kafan yang sederhana.

Kami percaya bahwa Fakta-Fakta yang Mengungkap Hakikat Hidup menawarkan
sebuah penjelasan mengenai sifat yang sesungguhnya dari kehidupan manusia.
Sebuah kehidupan pendek dan penuh tipuan yang didalamnya keinginan duniawi
terlihat menarik dan penuh janji, namun kenyataannya bertolak belakang.. Buku
ini akan memungkinkan Anda merasakan hidup Anda dan seluruh kenyataannya, dan
membantu Anda memikirkan kembali tujuan Anda dalam hidup, bila Anda
menginginkannya.

Allah memerintahkan
orang-orang beriman untuk mengingatkan manusia lain akan fakta-fakta ini, dan
menyuruh mereka hidup hanya untuk memenuhi keinginan-Nya, sebagaimana yang
difirmankan-Nya dalam ayat berikut:

Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang seorang bapak
tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya
sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali
kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan penipu memperdayakan kamu dalam
Allah. (QS. Luqman, 31: 33)

No comments:

Powered By Blogger

Anda adalah pelawat yang ke.....

;

King Of The KOPS

King Of The KOPS

About Me

Hanyalah Manusia Biasa.............

My Blog List

Selamat Datang - Trafik Tak Jem Hari Ini !!

Followers

Islamic Hijri Calendar